Komik Jaman Kelas 3 SMA Batik 1 Surakarta





Komik ini saya gambar di buku binder, masih dalam suasana euforia kelulusan SMA. Saya mengarang nasib seorang kawan sekelas sebagai lakon komik di sini, sebut saja Rinto. Komik ini memang gagal dirampungi. Usia saya yang masih 19 tahun waktu itu memiliki orientasi “gaya” menggambar yang berubah-ubah, ditambah cita-cita yang tidak konsisten menuju universitas. Maka kedua hal itu sangat mempengaruhi mood mengarang.
Meski hilang "dua lembar", harapannya ditemukan. Sebab ada perikeadaan karya yang tinggal di sana, yang perlu ditarik dengan perikehidupan karya masa kini. Yaitu menimbang daur hidup karya yang akan dibuat selanjutnya. Sebuah karya yang akan dibuat selanjutnya memiliki dampak atau tidak untuk nilai-nilai kemanusiaan, bahkan daur hidupnya akan seperti apa untuk perubahan. Semisal begini, selesai membaca satu judul komik mampu menggerakkan si pembaca untuk menggali kumpulan sejarah bangsanya, ini misalnya. Seperti kekuatan satu judul komik porno yang bisa mempengaruhi si pembacanya menggauli seluk-beluk soal seks. Ironi bukan?
Jadi, komik itu?…
-----------------------------------------------------------------
Kalau ini komik jadi-jadian yang dampaknya -- emboh! 




Dua halaman yang raib sudah ditemukan
-----------------------------------------------------------------------
Dulu menggambar dua halaman komik dengan selembar kertas bolak-balik, ditambah belum paham teknik membuat komik yang industri. Lumrah saja, ini cara bahagia anak IPS kerasan di kelas matematika. Selain menggambar wajah guru, ya berkomik!
--------------------------------------------------------------------
Rinto turun dari bis, buru-buru mau nyebrang ke SMABA 1.
Mungkin nggolek tirunan PR Matematika.



Gara-Gara Kahitna
----------------------
Di mulai gerbang ini. Tali sepatu berwarnamu disita guru BP, sepatu ket warna putihmu dikasuskan, rambut gondrongmu diancam gunting. Dan ketika kau diketahui dari kelas IPS, urusanmu bakal rumit. Hari-harimu bakal menjadi siswa binaan guru konseling. Omong-omong sepatumu yang disita, membuat nasibmu cokoran seharian di sekolah.
Bersama Tri Yuniarinto, yang lebih akrab kusebut "Rinto Bukan Harahap". Kupaksa dia foto di depan gerbang sekolah kami. Gara-gara Kahitna kami berteman dan gara-gara Kahitna kami berjumpa kembali.


--------------------------------------------------------------------------
Bersama Ari Wong Solo menikmati kopi malam di SMABA 1 Solo.



Bukan Penghuni Dua Gedung
---------------------------------
Lantai atas itu terbagi dua gedung, yaitu perpustakaan dan mushola yang menampung jamaah shalat Jum'at. Kedua tempat itu hunian bagi tipikal murid-murid budiman yang tidak perlu binaan guru konseling sekaligus tipikal murid berhati mulia yang dicintai seluruh tumbuh-tumbuhan di sekolah. Sungguh membuat iri siswa-siswa kampret sepertiku. Tapi lupakan, seluruhnya menjadi cerita-cerita yang menggugah kebahagiaan ketika kau bangun tidur.


----------------------------------------
Kami penghuni kantin yang caper.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATANYA ORANG PINTAR

Solo Menurut Kartunis

Gembira Menanam Pohon