Postingan

Menampilkan postingan dari November 19, 2017

Manusia dan Anjing

Anjing pertamaku dulu berkelamin betina, namanya Charlie. Dolannya kurang merdeka sejak sering melahirkan bayi-bayi lucu akibat ulah anjing-anjing kampung yang mata keranjang. Prihatin dengan jumlah bapaknya yang absurd dan tidak satu ras, maka anakannya tumbuh dewasa bak model rica-rica menu pinggiran. Percayalah, anjing itu segolongan umat pemakan segala yang cerdas dan setia. Turut memakan apa yang dimakan tuannya. Dari siomay, mie instant, bakpia, dan es teler. Tak menghe rankan bila bodinya kurus dan bulu-bulunya gagal mekar. ------------------------------------------------------------------------------ Itulah mengapa, meskipun tidak lagi memelihara, saya tidak bisa bersikap terbelakang dengan mencemooh asal kejadiannya sebagai anjing. ------------------------------------------------------------------------------ Mengambil hati anjing yang menyalak lebih mudah daripada mengajak akur dengan majikannya yang galak. ---------------------------------------------------------------------

Manusia dan Tikus

Semua bayi binatang itu lucu meskipun binatang buas. Tapi bayi tikus, meskipun tidak buas, saya masih saja kebingungan mencari kelucuan pada wajahnya yang memungkinkan orang-orang berubah gemas ketika menemukannya di lemari pakaian. ------------------------------------------------------------------------------------ Nasibnya sebagai bayi tikus mungkin buruk di tangan manusia, dan insting induknya lebih dulu mengkhawatirkan keselamatan bayi-bayinya. ------------------------------------------------------------------------------------ Manusia terbukti pilih kasih, meskipun terhadap bayi tikus sekalipun.

Kabar Republik

Apa masih tega orang-orang melakukan perjalanan wisata tragedi di republik ini, dulu bencana di Lapindo seorang kawan mengajakku kesana, tujuan murninya cuma menonton saja. Terang saja aku melambaikan tangan. Giliran Situgintung jebol, kabar bencana ini masih menarik selera pikniknya yang menurutku aneh. ---------------------------------------------------------- Semoga tragedi tiang listrik ini tidak merubah tujuan wisatamu dari jalan yang lurus. ----------------------------- ----------------------------- Mari berefleksi dengan canda. * Pembicara di podium sedang membocorkan rahasia, supaya hidup saudara-saudara jauh dari stress: "Yaitu kalau hidup apa-apa tercukupi, saudara dijamin tidak stress." ------------------------------------------------------------------- Sepertinya Papa tidak begitu. ------------------------------------------------------------------- Ada pembicara lain yang lebih greget? * Kalau menurutmu hidup di negerimu itu damai-damai saja, kendesitanmu su

Ojo Gumunan

Perkiraanku, kalau saya klesotan di pavingan pojok beringin Gladag sambil nggaglak sate kere, reputasiku bakal biasa-biasa saja. Tapi lain reputasi kalau saya ini Dude Herlino, mestinya tercyduk netizen yang bakal gumun lalu memuji mati-matian sebagai potret idola yang bersahaja. Saya tidak heran dengan seleb-seleb yang lapar, cuma heran dengan ragam pujian netizen yang tersandera perspektifnya. ----------------------------------- Ayolah, makan di pinggir jalan itu pemandanga n waras yang biasa-biasa saja bagi rasa lapar. ----------------------------------- Mari melihatnya dengan perspektif perut lapar biar sefrekuensi dan tidak gumunan.

Isu Poligami

Emak-emak bersuami zaman now yang ku ketahui itu tadinya sengit dengan isu poligami. Tapi karena kejenuhan di usia pernikahannya yang old, kini malah naksir dan berharap dipoligami oleh lelaki lain yang sudah berkeluarga. Wanita itu berkhayal, rela diceraikan oleh suaminya sendiri yang dipandang kurang kasih sayang dan flat. Asalkan jika bercerai… Lelaki lain yang sudah berkeluarga itulah yang datang untuk meminangnya sebagai istri keduanya. ------------------------ Ayo bapak-bapak, kita perlu fitness dan humoris biar tidak flat. Ingat lho, Suami tetangga itu lebih hijau, montok, dan menohok. ------------------------ Ah, ternyata… Poligami bukan kebutuhan lelaki saja. Tapi juga kebutuhan bagi yang datang untuk rela dipoligami.

Rokok Malingan

Pengalaman pertama merokok itu kelas 2 Tsanawiyah. Rokok hasil maling di sawah bersama gerombolan siswa berseragam logo Depag. Pak tani yang kami perdaya itu sialnya bapak dari kawanku sendiri. Kawanku sendiri pun pangling dengan bapak kandung biologisnya, dan rokok hasil malingan itu adalah merk rokok Kerbau. Sembari memikirkan nasib buruk kaum amatiran, kami mejeng di fotokopi sekalian menyerot rokok kerbau di hadapan gadis-gadis SMP Negeri yang nunggu angkot. ---------------------------------------- Kelas 1 SMA hingga sekarang, saya tidak merokok. ----------------------------------------- Nah, bagaimana pengalaman pertama kalian saudaraku? Mari tertawakan masa lalu, toh hikmah masa kini lebih menggembirakanmu bukan? 

Membayangkan Jengkol

Saya tidak doyan jengkol, bahkan tidak punya pengalaman sekalipun dengan cita rasanya. Dengar dari kawanku yang nggedebus, jengkol yang disemur itu mirip gurihnya dengan daging sapi. Makanya dicocoki banyak orang Indonesia yang doyan nasi rendang. ----------------------------- Membayangkannya kok indah betul.