Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Seniman Komik

Gambar
Mereka seniman komik yang melegakan selfie dengan replika karakter karangannya. Mulai dari buku ke film, sampai berserakan berupa merchandise, stationary, toys, bahkan game. Mereka tidak lagi pemimpi di jalan sunyi seperti awal mula mereka membual dengan kuas dan kertas. Sebab pada pencapaian intelektualnya berubah ramai - melibatkan banyak kalangan ahli dan industri. Dari penerbitan, periklanan, perfilman, sampai toko mainan. Di apresiasi terus oleh anak-anak jaman. Tapi ada satu soal yang membuat penasaran batin. Yaitu di saat mereka muda tapi berat bercinta gara-gara teror mertua, mengaku sebagai siapakah mereka ketika ditanya berulang-ulang? Kalau saya nyaris mengaku sebagai “Pembunuh bayaran yang kejam.”

Lelaki Melankolis

Gambar
Dibelikan istri berupa mainan Kamen Raida. Mainan ini saya elus-elus kepalanya dari luar kaca etalase. Seperti mengiba, ketika telunjuk saya berhenti mengusap. Pemandangan melankolis yang merubah istri turut memelas. Tiba-tiba saja, istri ke kasir. Membelikan mainan untuk suaminya. Oh, bekicot yang nempel didedaunan, sebegitu melaskah paras ini? Salam bermain dan menggambar! 

Jalan Sore

Gambar
Berhenti di Pasar Gede, semangkuk Tahok mampu menohok cita rasa lidahmu yang gagap kuliner tersebabkan sariawan. Jikalau sariawan itu adalah deritamu. Namun jikalau sengketa cinta adalah deritamu, semangkuk Tahok berdua sungguh mengobati itu. Tak perlu luka dan pengacara sebagaimana sengketa cinta pada layar kaca.

Rambut Mandarin

Gambar
Masih dengan model rambut Mandarin saat wisuda SMA. Terima kasih Bpk. Tukang Cukur Madura. Bakat bapak keren sekali!

Nona Vegetarian

Gambar
Disini sepi. Hanya kegaduhan kambing tetangga yang mengembik. Embikan sensual yang tidak dimengerti tuannya, seakan sedang memperebutkan cinta segi enam di kandang yang bersahaja. Ditambah lenguhan sapi yang menyayat hati bagi nona-nona vegetarian. Lautan bebek yang cerewet, semakin memisahkan keangkuhan kota dengan gaya sosialita yang mbelgedhez. Beberapa kawan yang berkunjung di desa kelahiran Nyonya Sri Lestari, hanya dua yang masuk kamera.

Lagu Keraguan

Gambar
Laki-laki yang menjadi Ayahmu itu senang menyanyikan ibumu dengan syairnya Dian Pramana Putra “Keraguan”. Kualitas suaranya bagaikan teluh cinta yang dilempar dukun asmara. Senyawa letupan petasan yang berganda. Tabahlah Nak, Mas Dian Pramana Putra adalah pencipta lagu yang pemaaf. Maafkanlah Ayahmu itu.

Pendekar Syair Berdarah

Gambar
Sebagai pendengar sandiwara radio Tutur Tinular karya S.Tidjab ditahun 80’an, saya terpengaruh karakter ‘Pendekar Syair Berdarah.' Dialah Arya Dwipangga, antagonis cinta yang hobi olah sastra sebelum adu kejam dengan kanuragan lawan. Sayangnya, dia tidak bisa melukis apalagi olah grafis. Cuma modal kejam dan bisa terbang. Dua hal itu, saya tidak mampu.

Singa Melankolis

Gambar
Itu dia Si Oni. Untuk ukuran Singa Afrika, badannya kurus dan selera hidupnya rendah. Selera hidupnya menyesuaikan tunjangan tempat dia bekerja sebagai representasi singa yang ceria kepada pengunjung TSTJ. Si Oni tidak ada waktu memikirkan jatuh cinta, sebab tetangganya onta dan kudanil. Rasanya Si Oni ingin bertukar nasib sebagai burung blekok yang berbulu rontok namun berpasangan. Atau sebagai kera yang bau badan namun gallant. Dia Singa Afrika yang sedang memikirkan masa depan.

Dunia Persilatan

Gambar
Menyentil dunia “kang auw.” Jurus “Tapak kerinduan yang memuncak” cukup menggelikan sebagai sebuah nama jurus yang mematikan. Kurang gahar, namun terkandung “chi” yang melumpuhkan hasrat selangkangan lawan saat menendang. Bermula dari konflik cinta dua pendekar yang terpisah selama 16 tahun. Dalam rentang itu, mereka memiliki cara jitu menjinakkan rindu dendam yang berubah syahwat. Yaitu dengan olahraga kungfu setiap hari. Hingga terciptalah “Tapak kerinduan yang memuncak” da lam kisah “sin tiauw hiap lu.”  Pujangga blogger menulis seperti ini, “ Bisa apa aku dihadapan rindu yang menggelinjang?” Sungguh! Itu tidak berlaku jika kalian pendekar.

Pak Tino Sidin

Gambar
Mengingat antara tahun 1989 ke 1990, acara Pak Tino Sidin berangsur mundur dari televisi. Padahal, gambar kiriman saya dari Palembang ke redaksi ‘Gemar Menggambar’ TVRI Jakarta belum sempat tampil. Sebenarnya saya bukan penggemar setia acaranya. Saya hanya menggoda! Tujuan saya cuma mau dibilang “Bagus” sama Pak Tino Sodin. Anak kecil yang benar-benar kampret.

Kamar Seram

Gambar
“Sangar Mas! Ada jubah gerak-gerak di luar kaca jendela!” Cerita dari kamar depan yang disulap menjadi kamar kos, dari mahasiswa yang dulu kos seorang diri disini. “Hm, itu belum seberapa,” sambil terkekeh, pengakuan saya tentang adanya “Trinil” malah mendatangkan konsekuensi yang menyebalkan. Setiap malam harus menemaninya tidur, saya dilarang merem sebelum dia duluan yang pulas. Sesudah itu, dengan berjingkat-jingkat, sayapun pindah ke kamar belakang. Begitu seterusnya, sampai dia pilih tidak pulang. Kejujuran adalah mata uang berharga, promosi kos seharusnya adalah “Masih ada kamar seram. Menyerah! Atau istiqomah!” Dari kamar kosong ini, “Trinil” hanya rindu suara mengaji. Mengharukan sekali. 

Gara Gara Kahitna

Gambar
Mengejek ubur-ubur setengah gawat, menggertak kepiting pasir, mengejar lipan laut, menyumpal jalan bekicot air, dan mengisi sepatumu dengan pasir. Seolah hidup isinya sepasang remaja gila yang bercerita cinta Kahitna. Efek Rumah Kaca bilang, "Lagu cinta melulu.” Foto 2011.