Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 26, 2016

Berhemat Tetap Berkeringat

Gambar
Fokus menulis itu pilihan. soal gambar, bisa dipesankan seniman lain saja, simpel itu. Tapi, duit buat bayar seniman itu ndak simpel. Mereka orang teknik yang berjiwa sastra, ada universitasnya. Kuliahnya mahal. Saya setuju, jasa mereka itu tidak murah. Karena tidak kuat bayar ilustrasi perlembarnya, saya pilih buat beli susu dan pampers anak saja. Konsekuensinya, naskah nulis sendiri-ilustrasi bikin sendiri. Ini bukan soal sok seniman. Tapi cara saya ini, lebih mirip sedang menyiasati inflasi dan konsumsi dapur yang meningkat. Terkadang, orang ingin berhemat, malah jadi kreatif. Bisa jadi begitu.

Tinta Gambar Yang Bersahaja

Gambar
Adakalanya, aktivitas menggores di meja tekstil itu kelihatan marhaen. Baunya oli mesin, kardus isi polyester amburadul disana-sini. Jelas lumrah, kalau tikus setuju dan klop lewat sini. Mirip orang kerja di zaman interniran, tidak gallant, tidak sezaman dengan sinetron bidadari yang tertukar. Akibat perubahan tren ekonomi yang sulit itu, tahan banting jadi modal penting. Tidak ada masalah dengan kesederhanaan alat. Biar tambah rame isu ekonomi kreatif disana-sini.

Kearifan Dari Negeri Sakura

Gambar
Bahkan, naskah saduran dari negeri sakura ini pernah membuat saya merenung, sebelum membuatnya menjadi selembar komik strip atas permintaan penerbit. Ini cerita kearifan dari negeri Sakura. Bagus untuk kita renungkan...  Saya sempat bersedih gara-gara baca naskah ini, Tapi muka berubah kayak kejar setoran gara-gara deadline yang menendang-nendang. Ekspresi sedih yang absurd.

Sastra Gambar

Gambar
Mencatat perjalanan lawas, tentang orientasi gaya dari ilustrasi ke ilustrasi, dari gaya menulis cerita, gaya tehnik menggambar, dan gaya mengolah impresi alam benda (warna).  Apapun lawasannya, di sana ada jejak history si empunya. Jejak sastra lawas, komik lawas, film lawas, bahkan jejak bangunan lawas dan foto2nya, tetap menggelitik ruang hening untuk riuh kembali dengan secangkir kopi dan praktik diskusi. Ini ilustrasi dengan selera 10 tahun yang lalu, tidak seperti sele ra saya terhadap istri. Terhadap ilustrasi, selera saya bisa berubah-ubah. Kalau kebalik bisa geswat!  Selamat beraktivitas!

Tentang Foto

Gambar
Di belakang lukisan ikan koi yang ikhlas diperdagangkan itu, ada kehidupan bisnis wedangannya Pak kumis. Tapi itu dulu. Setelah kawasan Manahan beralih rupa sebagai taman hijau dengan kursi panjang berbahan besi tempa, jelas berubah molek. Coba menengok hari ini, berbeda polemiknya. Akan banyak membahas dimensi manusianya dari pada pohon2nya. Sebab pohon tak kuasa pipis sembarangan, tak bisa diciduk sebab kebugilannya. Foto ditaati secara teknis, dan tidak ditaati secara non teknis. Tergantung dengan siapa foto2 tersebut dicurhatkan, kepada fotografer atau budayawan? Dua-duanya menyenangkan.

Tetap Romantis Menuju Maghrib

Gambar
Masjid yang menyimpan kenangan. 10 tahun yang lalu, selain dua kali kehilangan sandal buat gaul, kamera dan separuh gajipun hilang secara bijaksana. Sebagai korban saya tetap membusungkan dada menyembunyikan wajah kalap. Mungkin saja, malingnya saat inipun turut punya akun FB. Tentunya sudah menua lebih dulu daripada saya. Saya sudah maafkan ‘pelaku’nya yang sedang rapuh saat itu. Apesnya tak seberapa, lebih banyak romantisnya senja yang saya manfaatkan di sini sembari mengikat aksara dan berbuka disepuluh hari terakhir bersama para musafir lainnya. Selamat menandai catatan hidup anda untuk melawan pikun, salam semangat!