Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 27, 2016

Korespondensial

Lihat di Gramedia banyak banget novel-novel Lupus jaman saya SD dicetak lagi. Duh, jadi inget jaman dulu! Lupus itu banyak kawan. Jadi kalau baca Lupus, jadi semangat cari kenalan lewat korespondensi lho! Minta tolong Pak Pos kalau jauh, atau kawan sekelas yang rumahnya dekat. Khilafnya, yang saya ajak korespondensi semuanya perempuan! Yah, cuma nanyain rankingnya berapa, rumahnya nomer berapa, rasanya malu-malu mau main gitu! Itulah masa-masa korespondensial! Karena mereka pake f oto palsu semua.

Serasa John Lennon

Gambar
Tentang dua gaya goresan saya ini, meski sudah lama tapi terawat sangat baik. Dan ternyata, istri pengagum karya senirupa saya sejak mahasiswa. Mirip derita Ani yang memendam asmara akibat kegenitan Rhoma. Sekalipun saya tidak dikenal Wikipedia, tapi saya serasa John Lennon kalau istri sedang membahas kedua karya yang sudah lama itu. Sering cerita kepada istri tentang dua goresan saya itu, keduanya terpengaruh seniman-seniman Bentara Jogja, jadi tidak orisinil. Yang orisinil cuma id enya, bukan gayanya. Nah, jangan malu mengakui bahwa kita pernah terinspirasi oleh siapa, latih itu! Hari ini saya terinspirasi menulis gara-gara Hermawan Kartajaya.

Kawan Sekelas Masa SMA

Gambar
Masih ada ini, nyelip foto jaman kuliah di UNS. Jaman belum ada friendster dan sosmed-sosmed ampuh lainnya. Ukuran gaul pada masa itu adalah punya e-mail, dan saya bingung cara bikinnya lewat wartel atau kantor pos. Peace broo, tontonannya belum ganteng-ganteng srigala gitu loo... Semoga sehat dan sukses jadi orang tua hebat buat kalian berdua ya - Ria Estiningrum dan Yudha Flava . Jaman terus berubah dan berbeda, terus berkarya. Sip!

Romantisme RUGOS

Gambar
Ini karya lawas paling memble. Yang top itu pas ngisi balon katanya pake RUGOS! Nah, supaya nempel dan spasinya enak dilihat, sket dahulu, lalu gosok. Kalau miring? Tinggal dikerok pake kuku biar ilang, trus diulang. Di usia 34 tahun ini, saya baru merasakan ada renungan dibagian RUGOSnya, bukan ke ilustrasi lawasnya. Mengenang, betapa gapteknya saat saya berusia 21 tahun tatkala itu. Ngomik nytrip pake RUGOS (huruf gosok).  RUGOS itu tools 90an yang “Yo’i” banget. Tapi karya -karya anda sekalian yang nangkring diberanda saya, lebih “Yo’i”.

Berani Hebat

Gambar
Anak yang bertanyapun membutuhkan sosok teladan, tatkala anak kita ditertawakan kawan lantaran pertanyaannya itu lain daripada yang lain, ia tetap memiliki daya kenyal. Tetap berani dan heroik. Tergantung siapa teladan yang kita hadirkan kepada anak kita. Hingga ada yang sudah tiada ratusan tahun berpisah jaman dengan kita. Namun tetap sebagai teladan yang hidup yang hidupnya itu lebih panjang daripada sirohnya.  Salah idola bisa alay lho! 

Ketinggalan Ide

Gambar
Masih ada bidang kosong (putih) yang belum selesai digambar. Tinggal sedikit kesan tembok dan lantai saja untuk menghidupkan bidang kosongnya. Tapi tiba-tiba saya merasa kesulitan menggambar. Nah, menjadi "tidak serba bisa" itu malah mendatangkan romantisme...saya jadi sibuk membantu istri di dapur gara-gara bidang kosong ini. Nasihat saya bagi mahasiswa DKV yang bujang, jika ide mentok...bantulah ibu kalian di dapur.

Minum Kopi Tidak Salah

Gambar
Romantisme dengan kopi hitam mulai saya hentikan total. Jadi dalam tukar warta di angkringan, Slogan 'join kopi' bukan motivasi lagi, cukup nempel di header blog sebagai spirit 'begadangan' saja. Begadang dalam ngartun, nulis, sambil nyeruput mimik putih panas. Lama-lama saya nggak asyik bagi karib yang kesepian ngopi sendirian. Saya tidak sedang memerangi petani kopi apalagi eksportir kopi. Kopi tidak bersalah, yang salah pola hidup saya dalam bab makan dan minum. Jadi bagi anda, jangan takut ngopi, sebab kopi tidak bersalah. Jika anda sakit, bukan kopinya yang bersalah. Kecuali itu kopi plastik.

Hanya Sinetron

Gambar
Kadang-kadang saya melirik penontonnya, bukan sinetronnya. Pemirsa lebih beneran "misuh"nya saat lakon idolanya teraniaya terus-menerus sampai memble dan cuma tabah dengan semua cobaan. "Goblok! Kalau saya sudah tak laporin polisi, tapi tak tampar dulu biar kapok!". Emosi penonton saat lakon idolanya cuma bilang, "Sudahlah, ini salahku...". Setelah itu si pelakon cuma umak-umik berdoa sebelum makan dengan hati masih tercabik-cabik. Pemirsapun bersedih. Saya tidak anti kreatifitas terhadap mereka yang gairahnya menulis naskah untuk sinetron. Jadul-jadul begini saya juga menonton sinetron, tapi itu dulu...duluuuuu sekali. Jaman Rano Karno masih ganteng dalam serial Si Doel Anak Sekolahan. Terakhir, adanya remote control bukan jalan pintas kalau di sampingmu pemirsa yang ganas. Selamat beraktivitas!

Dua Soal Yang Kosong

Dua soal yang bisa menjadikan kesatuan dan persatuan menjadi retorika kosong di negeriku ini yaitu soal bola dan soal pemilu. Andai saja jaman SMA saya sudah kemaki ngomong itu ke guru konselingku yang hitam manis, saya pasti dianggap cukup dewasa untuk menggodanya lalu ia rela. Tapi cintamu kepada bola dan pemilu memang membuktikan itu di beranda fesbukku. Selamat membaca berita politik dan bola di pagi yang semriwing ini.

Solo Menurut Kartunis

Gambar
Karya kartun lawas awal 2007. Sekalipun bukan orang Solo asli, banyak inspirasi kota ini yang menggoda untuk saya kartunkan.  Yang masih gagal, mengkartunkan gedung RRI Solo. Sebab, awal sketsa mesti nongkrong di lokasi sebentar demi memunculkan impresi, baru dimainkan di rumah. Dengan mbak-mbaknya yang komersil disekitar situ, saya sopan-sopan saja. Mungkin kesopanan yang saya timbulkan dari balik gang itulah yang menggemaskan bagi mereka. Mbaknya bilang, saya mirip artis s ilat di Indosiar. Terima kasih buat mbak-mbaknya. Dan selamat berjalan-jalan di Kota Solo bagi yang kebetulan sedang piknik.

Surga Di Bawah Telapak kaki Ibu Yang Jujur

Jika engkau wahai ibu, sedang berbahagia makan ayam, jangan berkabar engkau sedang bersedih makan telur kepada anak dan mantumu yang jauh itu. Nasihat filsuf secara tamsil kepada ibunya yang suka berbohong. Sang filsuf menegakkan kabar asli demi isi bejana ibunya supaya tidak sama dengan isi bejana istrinya Abu Lahab. Sang ibupun mengancam diri seribu kali untuk pergi saat mengingkari lisannya sendiri. “Ibumu tidak bohong anakku! Lebih baik aku pergi!” Sang filsuf putus asa dan meluluskan ancaman ibunya sendiri suatu ketika, kabarpun dibalik. Sang filsuf dituduh mengusir pergi ibunya. Ibunya selalu berbohong kepada anak dan mantunya yang jauh. “Aku, diusir anakku!” Filsuf itu dikutuk berkali-kali menjadi batu, tapi tetap sebagai manusia. Pesan filsuf mumpung belum menjadi batu: Jika kita tiga kali lipat cinta ibu kita, jangan biarkan lisannya menjerumuskan sisa usianya kepada hisab yang berat di akhirat kelak.

Nostalgia Petani

Kemarau yang membuat nostalgia Pak Tani. Bagaimana bersabar dan syukur oleh derita padi yang mati. Hujan ini, menambah syukur dan kerjanya. Menurut pepatah bijak yang belum jelas nasib kearifannya di depan Rabbnya.

Intrik Cinta

Paling mudah ditulis itu soal intrik cinta. Sebagai buku, lagu, film, atau apa saja. Yang sulit itu dibagian pesan kemanusiaan yang diamini semua golongan.  Contoh saja, jika kau masih berat mengamini pesan kemanusiaan dari negara yang paling mengagungkan HAM itu, maka kau bisa-bisa dituduh ndesit dan tidak humanis. Seperti kawanku yang apes itu, dituduh ndesit!  Senasib denganku.

Sketsa Pasar Triwindu

Gambar
Sketsa pedagang di Pasar Triwindu hanya tersisa ini saja yang saya punyai, didekati seperti batu akik. Dan bentuk-bentuk dalam sketsa itu sudah terdengar kuno jika diceritakan kembali sebagai gebyar pasar Ngarsopuran saat ini, menjadi antik bagi pemburu memorabilia. Mungkin seperti inikah perasaan Pak Raden terhadap jejak karya yang tidak bisa diulangi nilai historisnya saat digoda pembeli atau balas menggoda pembeli? Antara mempertahankan dan melepaskan. Perasaan keduanya saya campur dengan es teh, saya gilir dengan sayur pare, saya aduk-aduk dengan sambal tomat. Rupanya saat melahap menu ini, saya sedang ditemani Mujadi Tani Sketsa lawas 2001.  

Air Mata Lelaki

Malam minggu itu, aku ajak kawanku makan Hamburger. Dia mengaku saudara sejak kelas satu tsanawiyah denganku. Tentang hamburger itu, dia menggigitnya sekali. Lalu hamburger itu didiamkan begitu saja, bagai perawan yang tersandera hujan. Dia mulai merokok. Rokok yang terbeli dari upahnya sebagai buruh batik paruh waktu. Seperti menggelar nelangsa saja asap rokok yang terburai itu.  Ku beri tahu tentang nasib hamburger itu, dia membungkusnya pulang. Tapi kalian tahu sendirikan? Jalan raya tidaklah ramah terhadap apapun yang terhempas. Hamburger itu terhina di aspal, terjatuh dari motor yang aku kendalikan tanpa SIM dan STNK. Dia menyongsong bungkusan penyok itu dengan tergopoh-gopoh, “Duhhh, hamburgerku untuk ibu…sudah penyok!” Apa?! yang kau gigit itu untuk ibumu?!! Aku menuduhnya Malin Kundang.  Suatu saat, aku dapati cerita rahasia. Dia begitu malu meminjam uangku hanya untuk memesan satu lagi dan diberikan kepada ibunya. Aku harus kuat menahan air mata

Petualangan Grafis

Gambar
Menggambar vector dengan CorelDRAW X3 serasa kehilangan gairah berkuda. Sedangkan AdobeILLUSTRATOR adalah sebuah keniscayaan bagi petualangan grafis selanjutnya. Dan manual adalah jalan pedang bertuah yang tidak bisa diabaikan dimensi spiritualnya. Ia seperti jalan pulang bagi setiap jiwa yang berkontemplasi.

Kumbang Tak Sampai Ke Bulan

Kartunis dan komikus. Mereka itu sesungguhnya makhluk sastra yang penulis. Mereka penulis dramatik yang malah menggambar, adakalanya dikonstruksi semiotika dan adegan filmis. Mereka seperti filsuf yang menantang penghayatnya berpikir. Andai saja quote ini terbit dari maestro dengan reputasi internasional sekaligus expert di bidang ini, nasibnya tidak seperti bualan. Apesnya, retorika ini terbit dari kampret macam saya. Anggap saja ini soal kumbang yang sedang mengada-ada terbang ke bulan. Sudah membual, menggoda! 

Dua Seniman Santai

Gambar
Dan ternyata, masih ada foto lawas sedang bertiga begini. Mereka dua seniman yang santai dan rajin mengaji. Saya perlu belajar dari mereka. 

Sore Menuju Maghrib

Gambar
Waktu itu, sore menuju maghrib yang akan diteruskan senja. Sakit gigi yang kutahan dengan sedotan ini tak merusak cerita Abu Nawas yang kau tagih dariku. Meja ini seperti harum dengan syair Al-I’tiraaf. Entah terlempar kemana bau cuka dan tenggiri giling itu. Masih banyak cerita tentang orang mati untukmu. Dikencan selanjutnya, kau boleh menagihnya kembali. Semoga aku tidak sakit gigi. shollu 'ala nabi.

Mengolah Rasa

Gambar
Menandaskan wedang ronde dengan kesabaran perangkai bunga adalah soal rasa. Mengulurnya hingga tiba adzan maghrib digemakan dari masjid keraton Padmorosono adalah juga soal mengolah rasa.  Dahulu di titik ini, pernah terinspirasi membuat karya siluet untuk seorang perempuan. Aku bingkai untuk mengancam kesunyian kamarnya. Namun tanpa polesan dan tanpa editing photoshop, Sri Lestari datang membengkokkan tikaman cinta yang hadir sebelumnya.  Lalu aku senandungkan Payung Teduh t entang "Resah". Karya 2009. Foto 2011.