Gaya Bahasa Pinggiran

Kadang saya ini resah kalau di-add cah ndakik koncone koncoku, beberapa yang tak konfirmasi, sebentar kemudian unfriend. Sebab begini, konco anyar ini bukan konco lincakan saya di luar medsos. Rupanya dengan membaca gaya bahasa saya di medsos membikin mereka terkecoh menilai, lalu menggolongkan orang sewenang-wenang. Gunjingan itu sampai ke telinga kawan, saya prihatin dengan tipe orang berpikir grusah-grusuh begini.
-------------------------------------------------
Memang, gaya bahasa saya bebas. Bukan gaya bahasa santri, bukan gaya motivator, penulis esai, wartawan, atau pepatah bijak, meski dulu saya menulis materi untuk khotbah Jum'at atau kultum Ramadhan bagi kalangan intern yang bukan nahdliyin ~ namun gaya bahasa khotib itu tidak lantas terbawa di medsos, dan tidak lantas menulis itu kemudian sah disebut religiuskan? Itu belum jaminan mutu. Sebab saya tahu kadar nilai diri, paling jujur ya tampil berelasi sebagai tukang sketsa yang pluralitas ~ bedakan dengan pluralisme lho ya.
-------------------------------------------------
Tudingan yang grusah-grusuh menularkan kesemrawutan sudut pandang kepada generasi sendiri.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATANYA ORANG PINTAR

Solo Menurut Kartunis

Gembira Menanam Pohon