MENGHENINGKAN CIPTA



Renungan duka cita ini agak panjang

Berapa kali sudah, tapi aku tak ingat jumlah berita duka yang lewat itu. Kerap berseliweran di berandaku dan mestinya berandamu, perihal kaum muda yang terkesan segar bugar mendadak mati jantungan. Dihabisi jatahnya di dunia, dicabut ruh dari jasad itu tanpa drama rekonsiliasi yang dilazimi cara-cara manusia rebutan posisi terenak hidup di dunia.
Tak peduli kau raja muda, banyak tentara, banyak babu, maut mendobrak semua benteng-benteng itu.

Tak ada urusan kau orang muda yang arif, dermawan, dipuji banyak khalayak, maut datang merobek semua citra itu.


Bahkan maut tak perlu permisi dengan besar kepalamu yang merasa paling berwenang mengatur nasib kaum jelata, dia datang membungkam kecakapan retorikamu itu. Semua bisu di bawah nisan. Ajaklah mayit-mayit itu berseru kembali kepada hobinya yang dulu jika kau mampu. Hidupnya sudah selesai sebagai kawanmu saat bersenda gurau kemarin.

Mati mendadaknya orang muda yang alim dengan mati mendadaknya orang muda yang lalim itu tetap berbeda, meski sama-sama jantungan.

Sama-sama masuk lubang, tapi berbeda nasib. Tinggal menuju lubang yang merupakan pintu-pintu murkaNya, atau menuju lubang yang merupakan pintu-pintu para kekasih yang dirinduiNya.

Semua anak Adam bersalah, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah, memperbaiki kesalahannya. Simpel betul, tapi orang muda yang beranjak tua, mestinya akan memilih yang benar untuk menebus yang salah-salah itu.

Renungan untuk saya sendiri -- Ageng.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATANYA ORANG PINTAR

Solo Menurut Kartunis

Gembira Menanam Pohon