Tidak ada asmara di Candi Sukuh


Terang hari di gunung tetap saja dirambati hawa adem. Dinginnya itu merongrong lubang telinga dan lubang hidung meski dilawan plesteran salonpas. Bahkan saking semribitnya, tembus ke pori-pori ketiak dan selangkangan yang statusnya masih milik pribadi itu. Pengantar imajinasiku mengatrol syaraf sensual yang tidak-tidak, gara-gara salah tafsir soal angin gunung dan prakiraan cuaca. Namun semua godaan itu terkondisi mampet, sebab suguhan teh panas malam-malam dari tuan rumah yang ikhlas cukup memadamkan gejolak lelakiku yang hampir sinting. Oh, gembira sekali! Tuan rumah masih mempersilahkan kami berwudhu di belakang rumah untuk bershalat isya.
----------------------------------------
Ada empat mahasiswa yang menjajal peruntungan baik di hari petualangannya itu.
----------------------------------------
dan kami beruntung bermalam di rumah salah satu warga yang seekor wedhusnya pernah diseret macan lawu. Isi perutnya berantakan, digado mentah-mentah oleh mbah loreng itu.
----------------------------------------
kaum muda Indonesia waktu itu sudah terjejali semangat reformis di kampus-kampus, sedangkan aku masih mengudap gedang goreng dan membincangi sekitaran avant-garde saja.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATANYA ORANG PINTAR

Solo Menurut Kartunis

Gembira Menanam Pohon