Stres Bisa Jadi Sebab Terkuat Kebahagiaan!


Sabtu pagi tanggal 24 November saya ke dokter Christina. Karena perut rasanya panas dan mulas. Ditemani istri yang wonderful. Sampai antrian ke 25 nama saya dipanggil, “Pak Ageng!” seru bagian meja daftar pasien. Ibu Christina ini PNS di RSUD yang sudah lama buka praktek di rumahnya sendiri. Keluhan dibagian perut semenjak 3 hari ini saya ceritakan dengan santai. Alis dokter Chris naik - turun tapi nggak muncul sepatah katapun! Wah, saya deg-degan! Semoga nggak parah! Kekhawatiran terhadap gejala usus buntu menjadi faktor pendorong untuk periksa ke dokter Chris. Istri turut kedalam menemani periksa.


Pantas khawatir! Mengingat saya adalah penikmat kuliner aliran pedas fundamentalis! “Puk, puk, puk!” dokter Chris menepuk-nepuk bagian kanan dan kiri perut. “Sudah” katanya. Saya rapikan kaos sampai ke perut lalu bangun dari tempat tidur. Duduk lagi di kursi, masih sebelahan sama istri. “Gimana dok?” penasaran. “Asam lambungnya banyak, dikasih obat maag biasa nggak bisa sembuh!” jelas dokter Chris. “Hah?! Saya kenapa ya dok?!” berdebar-debar. Dokter Chris santai menjelaskan, “Cuma stres, banyak pikiran, kemrungsung, jadi asam lambungnya naik. Pake obat maag ya nggak bisa wong yang sakit pikirannya”. Saya stres? Belum terima. Sambil nglirik istri yang tergeli-geli. Dokter Chris nulis resep. Saya dan istri terkekeh-kekeh berdua. Ternyata sakitku nggak keren! 


Nah, stres bisa dialami siapa saja. Sekalipun terhadap jiwa yang bagaikan rahib. Kenapa demikian? Karena manusia berpotensi untuk gelisah, sesal, putus asa, tegang, itulah stres. Manusia dilengkapi emosi sangat komplit. Ia merupakan sekumpulan perasaan yang bersarang dalam kalbu manusia. Stres identik dengan gejolak kalbu, begitu juga munculnya marah, benci, takut, sedih, hingga munculnya cinta kasih. Semuanya dari kalbu alias perasaan yang menggumpal di dalam hati. Stres karena sesal bisa berakibat baik, yaitu munculnya jiwa yang ingin kembali untuk menebus kesalahan dengan kebenaran. Pasti dijejali rasa takut dan harap (raja wal khauf). Jiwa stres yang kembali pulang adalah jiwa yang tenang, sukses dan bahagia! Kajian kitab Tazkiyat Al Nafsnya al Ghazali sangat membumi sekali membahas tentang itu. Stres nggak mutlak buruk. Stres bisa destruktif sekaligus konstruktif. Bahagialah! Jika stresmu berefek konstruktif. Jadi galau itu nggak dilarang asal nggak cengeng serta diikuti muhasabah. Menyesal adalah tanda hati tak terkunci mati.


Jadi kalau anda terdiagnosis stres seperti saya dan ditertawakan oleh tetangga maka jangan tambah stres dulu. Langkah pertama kenali dulu sebabnya. Apakah stres dari jenis destruktif atau konstruktif. Kedua tetapkan langkahnya. Jika stresnya dari jenis yang pertama kita perlu pendampingan lebih dari sekedar diagnosa, obat, perawatan dan nasehat. Karena keadaan seperti itu benar-benar akan menjadi gila sebelum sukses, bunuh diri sebelum waktu matinya, atau kegilaan diluar kewajaran. Stres dari jenis ini bisa menjadi pintu gerbang pertama menuju kiamat kecil bagi hidup anda. Gelap seketika! Imanpun nggak bekerja dengan baik. Namun jika sebab stres anda ternyata kekhawatiran akan hilangnya perbendaharaan ilmu di kepala, biasanya berbuah kerja keras untuk memperdalamnya kembali, supaya nggak tercabut oleh kelalaian. Lihatlah kerja ilmu kaum intelektualita. Stresnya mereka malah menjadi sebab terkuat kebahagiaan dalam pencapaian prestasi!

Stres belum tentu gila! Tenang saja :-D



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATANYA ORANG PINTAR

Solo Menurut Kartunis

Gembira Menanam Pohon