Romantis Jagung Pedas


Ketika menyegarkan ide yang mulai mampet menjadi sebuah kebutuhan maka rencana minggu pagi yang tadinya hanya sekedar cari sarapan bubur untuk memediasi antara ide dan waktu menjadi klop malah berubah spontan ke bengkel motor yang ready di pagi yang mulai menyengat karna kesiangan. Rem dahulu-sarapan kemudian. Dan resikonya adalah pagi yang segera lewat dan siang yang mulai menyergap.Perubahan agenda makan berdua ini mengubah ekspresi bunda Tari, segera saja ia memendam kecut tapi cukup ketahuan dari senyum simpulnya yang terterjemahkan oleh kehidupan kalbuku. Dari ritual sarapan bubur yang romantis berubah drastis ganti sarapan kampas rem di bengkel. Menurutku ini dinamika romantisme yang sangat korea.

Sensasi makan bubur di siang hari tentu saja jauh dari konjungsi romantis. Kampas rem sudah asli diganti baru, rem depan juga siap tempur. Tapi agenda minggu pagi ini perlu di ganti juga supaya keadaanku berubah aman dan selamat dari tatapan istri yang menyergap dengan kegalauannya. Pikiran itulah yang bergelayut sejak di bengkel sambil baca solopos…aku perlu mencari tujuan tempat untuk mengembangkan ide yang kira-kira ketika mendengarnya istriku juga setuju!

Oya, saya membiasakan diri saya sendiri untuk sering-sering bersepatu sekalipun casual, ukurannya adalah jika durasi urusannya lebih dari 30 menit maka di pastikan saya bersepatu. Alasan saya simple saja, lebih siap dan dinamis. Saya juga menganjurkan istri untuk senantiasa lapang hati menyetujui bab ini, Alhamdulillah mufakat. Sedikit-demi sedikit rak penuh model sepatu menurut undangan acaranya. Dengan bersepatu kita tetap merasa homely dengan agenda aktivitas yang berubah sewaktu-waktu. Insya Allah bab seperti ini tidak termasuk bentuk tasyabuh. Inipun Yongki Komaladi, sepatu produk Indonesia yang fashionable :-)

Dari sarapan bubur yang gagal, saya spontan menuju boyolali ke arah ketep melalui jalur cepogo di iringi ekspresi istri yang tentu saja berbunga-bunga. Terus menanjak dan menerobos hawa dingin Selo yang terletak di kaki gunung Merapi sebelah timur. Melewati sekawanan sapi perah dengan belang hitam-putih sedang mengunyah rumput yang tidak jelas. Dulu sekali…waktu saya kecil di komplek, ibu saya langganan susu murni dari sapi yang warnanya belang-belang seperti ini untuk konsumsiku sebelum berangkat sekolah. Sapi seperti ini dulu memang ada dekat dengan komplek, yang di kelola untuk gizi para infanteri.

Magelang itu ya Ketep, Borobudur itu ya Magelang, naaah…getuk trio juga ada di sana, di pecinan dekat pasar Rejowinangun. Sampai hari ini saya masih ingat dengan jelas rumah masa kecil saya di Magelang yang beralamatkan di Jl.Barito No.11 Panca Arga pintu 3. Dekat dengan AKMIL. Tujuan kita berdua akhirnya tergantikan dengan suasana wisata yang dingin dan berkabut putih dengan ciri khas kegunungapian, khususnya gunung Merapi. Objek wisata ini Lebih tepatnya di sebut Ketep Pass yang pernah di resmikan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri sebagai kawasan wisata jalur Solo–Selo–Borobudur. Iklim yang dingin seperti ini sangat memungkinkan untuk ternak sapi perah dan menanam sayur seperti kubis, wortel, dan lain-lain.

Ada menu sederhana dengan bumbu biasa yang perlu di komparasikan dengan suasana dingin di sini, ada jagung bakar dan mendoan. Sensasi keduanya berubah menjadi cita rasa para survival jika di santap dan di padu dengan kabut dingin dan segelas moka panas di warung kopi sambil bercerita tentang hasil holtikultura yang di serap oleh pasar-pasar tradisional hingga supermarket sekelas carefour. Istriku paham ilmu bertani sekalipun ia akademisi di bidang fashion, saya sama sekali tidak tahu ilmu menanam padi ataupun menanam pohon jati. cukup pengetahuan populer saja yang saya ungkap untuk menyamakan tema diskusi seru di warung kopi ini bersama bunda Tari. Ketep tetap dingin, di tambah curah hujan dan kabut yang menyapu jalan akan tetapi semangat melahirkan ide-ide baru malah mulai muncul sedikit-sedikit dari sini. Mencari inspirasi untuk berkarya tidak selalu di kedai kopi dengan alunan musik genre jazz sambil baca buku-buku bertema how to do. Berpikir spontan dan tiba-tiba menambah cita rasa hubungan rumah tangga kita semakin berkualitas dan romantis, inspiratif dan aktif. Rumus pasti adalah dengan menikah maka terlipat gandakan kualitas hidup kita. manakah yang enak? berpetualang sebagai bujang atau berpetualang dengan pasangan halal?

Terus maju meraih mimpi! (ageng pariwara)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATANYA ORANG PINTAR

Solo Menurut Kartunis

Gembira Menanam Pohon