Lift Aroma Jenazah
Lift yang sering beraroma jenazah tentu saja lift-lift yang
ada dirumah sakit, bukan lift yang sering kita gunakan di mall. Mulai hari
selasa tanggal 20 - 21 Februari 2014, ibu saya dapat kamar Anggrek kelas A - B, di
tingkat tiga. Untuk efisiensi tenaga naik - turun atau turun - naik, tentu saja
menggunakan lift untuk sampai ke lantai tiga. Saya sudah coba melalui tangga, ngos - ngosan juga.
Bahkan jam satu malampun, saya masih cuek bolak - balik
menggunakan lift untuk memenuhi kebutuhan ibu, misalnya ibu minta air panas untuk teh di
tumbler. Saya pilih turun ke jalan daripada ke pantry rumah sakit, cari wedangan
lebih menyegarkan pandangan. Di lift
yang sudah tengah malam itu, saya sendirian saja.
Ibu saya operasi dibagian tulang kering pergelangan kaki
kanan. Di bedah, untuk di pasangi platina. Karena dibagian tersebut, patah di
dua posisi. Terpeleset lalu keseleo, dan bunyi “krak”, sebelum akhirnya jatuh
tertelungkup tanpa daya untuk berdiri lagi.
Sebelum kejadian, sore itu saya mampir ke rumah ibu, untuk tujuan
yang sederhana saja. Bersih-bersih rumah ibu dari debu vulkanik gunung Kelud. Terutama
lantai, tapi malah lantai yang masih licin oleh debu vulkanik itulah yang menggelincirkan
ibu saya, ketika keluar dari kamar mandi yang lantainya juga kering karena
habis di kuras.
Taxi yang di order oleh mbak saya, akhirnya datang juga di penghabisan
waktu ashar. Saya dan ibu melaju dengan taxi ke rumah sakit Dr. Moewardi dengan
cemas. Dzikir terus-terusan, agar hati ini tidak goyah. Cukup taxi ini saja
yang goyah karena ban bocor. Untungnya, ban bocor ketika sudah sampai ditempat IGD rumah sakit
Dr. Moewardi. Sekarang, gantian sopir yang sibuk mikir masalah ganti ban.
Kembali ke kamar Anggrek kelas A - B untuk mengantar tumbler
isi teh panas. Memang untuk mencapai kamar ibu yang di tingkat tiga itu, saya
pilih lift. Kalau sudah masuk jam setengah sembilanan, mbak dan adik meminta saya
untuk menemani naik - turun lift, supaya perasaannya lebih enak saja ditemani sesama
manusia, dan bukan pocong yang ikut cari teh panas disebelahnya. Kalau benar, berarti
pocong yang hobi minum teh panas itu, ada! Alias ada – ada saja!
Tapi, orang yang sakit lalu meninggal di rumah sakit Dr.
Moewardi itu bergelombang, satu hari disana saja, saya sudah ketemu dua kali
jenazah, besoknya satu jenazah. Setiap hari, pasti ada angka kematian pasien karena
sakit. Dan bagian input data yang tugasnya mencatat angka kematian pasien, sepertinya
sudah biasa - biasa saja dengan pekerjaannya.
Biasanya, jenazah didorong dengan hospital bed menuju kamar mayat, dan kalau meninggalnya di lantai
tiga atau dua, untuk efisiensi jelas menggunakan lift untuk turun kekamar mayat.
Jadi, lift rumah sakit itu tidak hanya di naiki oleh orang yang masih hidup
saja. Tapi, orang mati juga naik lift. Lift yang baru saja dipakai jenazah, aromanya
dipastikan tertinggal didalam ruangan lift.
Lihat saja! Orang - orang yang naik lift sesudahnya, muncul dengan
berbagai ekspresi, ada yang tutup hidung, mendengus – dengus, takut ketempelan,
bahkan ada yang campur - aduk mau muntah, yang biasa – biasa saja juga ada.
Saya lihat segerombolan ekspresi tadi keluar dari lift yang turun. Giliran saya
masuk, mereka keluar semua. Yah, saya sendirian naik ke lantai tiga, dengan
aroma jenazah yang memancing berbagai ekspresi orang - orang tadi. Untungnya masih
sore, saya merasa tidak sendirian di lift.
Lift ke lantai tiga yang saya naiki sendirian ini, aromanya bukan buah - buahan. Melainkan aroma jenazah yang menyeruak dan menguasai seluruh indera penciuman saya. Namun saya lebih duluan menguasai diri untuk bermuhasabah tentang usia, tentang Al Yaqin, tentang maut yang menghabisi usia saya nanti. Saya lalui sampai ke relung hati betul aroma jenazah tersebut dengan beristighfar. Seakan – akan, beginilah saya nanti sekiranya mati.
Seandainya aroma itu berasal dari jin jahil yang mencoba menggoda orang di lift, tentunya tidak berhasil menggetarkan sukma, sekalipun itu jam satu malam lebih. Tapi yang pasti, lift ini lebih meyakinkan untuk membawa jenazah turun, bukan yang lain. Kalaupun ada jin yang nekad dandan ala pocong di lift ini, saya kagetnya paling sebentar, wajarkan? Setelah itu, saya biasa – biasa saja. Saya lebih ruwet kalau ketemu oknum polisi daripada pocong. Oknum lho ya, oknum.
Semoga Allah tambahkan nikmat iman ibu saya, dan memulihkan tulang kaki kanannya kembali.
hasbunallah wa ni'mal wakil...
Lift ke lantai tiga yang saya naiki sendirian ini, aromanya bukan buah - buahan. Melainkan aroma jenazah yang menyeruak dan menguasai seluruh indera penciuman saya. Namun saya lebih duluan menguasai diri untuk bermuhasabah tentang usia, tentang Al Yaqin, tentang maut yang menghabisi usia saya nanti. Saya lalui sampai ke relung hati betul aroma jenazah tersebut dengan beristighfar. Seakan – akan, beginilah saya nanti sekiranya mati.
Seandainya aroma itu berasal dari jin jahil yang mencoba menggoda orang di lift, tentunya tidak berhasil menggetarkan sukma, sekalipun itu jam satu malam lebih. Tapi yang pasti, lift ini lebih meyakinkan untuk membawa jenazah turun, bukan yang lain. Kalaupun ada jin yang nekad dandan ala pocong di lift ini, saya kagetnya paling sebentar, wajarkan? Setelah itu, saya biasa – biasa saja. Saya lebih ruwet kalau ketemu oknum polisi daripada pocong. Oknum lho ya, oknum.
Semoga Allah tambahkan nikmat iman ibu saya, dan memulihkan tulang kaki kanannya kembali.
hasbunallah wa ni'mal wakil...
Komentar
Posting Komentar