Terang hari di gunung tetap saja dirambati hawa adem. Dinginnya itu merongrong lubang telinga dan lubang hidung meski dilawan plesteran salonpas. Bahkan saking semribitnya, tembus ke pori-pori ketiak dan selangkangan yang statusnya masih milik pribadi itu. Pengantar imajinasiku mengatrol syaraf sensual yang tidak-tidak, gara-gara salah tafsir soal angin gunung dan prakiraan cuaca. Namun semua godaa n itu terkondisi mampet, sebab suguhan teh panas malam-malam dari tuan rumah yang ikhlas cukup memadamkan gejolak lelakiku yang hampir sinting. Oh, gembira sekali! Tuan rumah masih mempersilahkan kami berwudhu di belakang rumah untuk bershalat isya. ---------------------------------------- Ada empat mahasiswa yang menjajal peruntungan baik di hari petualangannya itu. ---------------------------------------- dan kami beruntung bermalam di rumah salah satu warga yang seekor wedhusnya pernah diseret macan lawu. Isi perutnya berantakan, digado mentah-mentah oleh mbah loreng itu. -------------...